ga ada yang gak mungkin di dunia ini......

Senin, 17 Januari 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TEN-TANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa dan negara yang tertib, bersih, makmur, dan berkeadilan;
b. bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu mengatur tentang pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara, dan ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi;
mengingat:
1. Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3879);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI.
1
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Permohonan adalah permintaan yang diajukan secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi mengenai:
a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. pembubaran partai politik;
d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB II
KEDUDUKAN DAN SUSUNAN
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 2
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Pasal 3
Mahkamah Konstitusi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Susunan
Pasal 4
2
(1) Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi.
(3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun.
(4) Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 5
Hakim konstitusi adalah pejabat negara.
Pasal 6
(1) Kedudukan protokoler dan hak keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota hakim konstitusi berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.
(2) Hakim konstitusi hanya dapat dikenakan tindakan kepolisian atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan tertulis Presiden, kecuali dalam hal:
a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
b. berdasarkan bukti permulaan yang cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
Bagian Ketiga
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
Pasal 7
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan.
Pasal 8
Ketentuan mengenai susunan organisasi, fungsi, tugas, dan wewenang Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Konstitusi.
Pasal 9
Anggaran Mahkamah Konstitusi dibebankan pada mata anggaran tersendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB III
KEKUASAAN MAHKAMAH KONSTITUSI
3
Bagian Pertama
Wewenang
Pasal 10
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik; dan
d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden.
e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 11
Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
Bagian Kedua
Tanggung Jawab dan Akuntabilitas
Pasal 12
Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih.
Pasal 13
(1) Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai:
4
a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;
b. pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 14
Masyarakat mempunyai akses untuk mendapatkan putusan Mahkamah Konstitusi.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN HAKIM KONSTITUSI
Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 15
Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
b. adil; dan
c. negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Pasal 16
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi seorang calon harus memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. berpendidikan sarjana hukum;
c. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun pada saat pengangkatan;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
e. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
f. mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun.
(2) Calon hakim konstitusi yang bersangkutan wajib membuat surat pernyataan tentang kesediaannya untuk menjadi hakim konstitusi.
Pasal 17
Hakim konstitusi dilarang merangkap menjadi:
a. pejabat negara lainnya;
b. anggota partai politik;
c. pengusaha;
d. advokat; atau
e. pegawai negeri.
Pasal 18
5
(1) Hakim konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
(2) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pengajuan calon diterima Presiden.
Pasal 19
Pencalonan hakim konstitusi dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.
Pasal 20
(1) Ketentuan mengenai tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan hakim konstitusi diatur oleh masing-masing lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
(2) Pemilihan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara obyektif dan akuntabel.
Pasal 21
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut:
Sumpah hakim konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
Janji hakim konstitusi:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Presiden.
(3) Sebelum memangku jabatannya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi sebagai berikut:
Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
“Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan
seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi:
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya
6
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”
Bagian Kedua
Masa Jabatan
Pasal 22
Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Bagian Ketiga
Pemberhentian
Pasal 23
(1) Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi;
c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
d. telah berakhir masa jabatannya; atau
e. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
(2) Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:
a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
d. melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
f. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17; atau
g. tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
(3) Permintaan pemberhentian dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
(4) Pemberhentian hakim konstitusi ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
(5) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan, dan tata kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 24
7
(1) Hakim konstitusi sebelum diberhentikan dengan tidak hormat, diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi, kecuali alasan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf a.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(3) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah berakhir tanpa dilanjutkan dengan pemberhentian, yang bersangkutan direhabilitasi dengan Keputusan Presiden.
(4) Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dikeluarkan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permintaan Ketua Mahkamah Konstitusi.
(5) Sejak dimintakan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi yang bersangkutan dilarang menangani perkara.
Pasal 25
(1) Apabila terhadap seorang hakim konstitusi ada perintah penahanan, hakim konstitusi yang bersangkutan diberhentikan sementara dari jabatannya.
(2) Hakim konstitusi diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana meskipun tidak ditahan.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling lama 60 (enam puluh) hari kerja dan dapat diperpanjang untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
(4) Dalam hal perpanjangan waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan belum ada putusan pengadilan, terhadap yang bersangkutan diberhentikan sebagai hakim konstitusi.
(5) Apabila di kemudian hari putusan pengadilan menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, yang bersangkutan direhabilitasi.
Pasal 26
(1) Dalam hal terjadi kekosongan hakim konstitusi karena berhenti atau diberhentikan, lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) mengajukan pengganti kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak terjadi kekosongan.
(2) Keputusan Presiden tentang pengangkatan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 7 ( tujuh) hari kerja sejak pengajuan diterima Presiden.
Pasal 27
Ketentuan mengenai tata cara pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.
BAB V
HUKUM ACARA
8
Bagian Pertama
Umum
Pasal 28
(1) Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi dengan 9 (sembilan) orang hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar biasa dengan 7 (tujuh) orang hakim konstitusi yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan memimpin sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sidang dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.
(3) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi berhalangan pada waktu yang bersamaan, sidang pleno dipimpin oleh ketua sementara yang dipilih dari dan oleh Anggota Mahkamah Konstitusi.
(4) Sebelum sidang pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Konstitusi dapat membentuk panel hakim yang anggotanya terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk memeriksa yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno untuk diambil putusan.
(5) Putusan Mahkamah Konstitusi diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
(6) Tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakibat putusan Mahkamah Konstitusi tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Bagian Kedua
Pengajuan Permohonan
Pasal 29
(1) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.
Pasal 30
Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai:
a. pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. pembubaran partai politik;
d. perselisihan tentang hasil pemilihan umum; atau
e. pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 31
9
(1) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. nama dan alamat pemohon;
b. uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan
c. hal-hal yang diminta untuk diputus.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alat bukti yang mendukung permohonan tersebut.
Bagian Ketiga
Pendaftaran Permohonan dan Penjadwalan Sidang
Pasal 32
(1) Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan.
(2) Permohonan yang belum memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31 ayat (1) huruf a dan ayat (2), wajib dilengkapi oleh pemohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan tersebut diterima pemohon.
(3) Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 33
Buku Registrasi Perkara Konstitusi memuat antara lain catatan tentang kelengkapan administrasi dengan disertai pencantuman nomor perkara, tanggal penerimaan berkas permohonan, nama pemohon, dan pokok perkara.
Pasal 34
(1) Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama, setelah permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja.
(2) Penetapan hari sidang pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan kepada masyarakat.
(3) Pengumuman kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menempelkan salinan pemberitahuan tersebut di papan pengumuman Mahkamah Konstitusi yang khusus digunakan untuk itu.
Pasal 35
(1) Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan Mahkamah Konstitusi dilakukan.
(2) Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan permohonan tidak dapat diajukan kembali.
Bagian Keempat
Alat Bukti
Pasal 36
(1) Alat bukti ialah:
10
a. surat atau tulisan;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. keterangan para pihak;
e. petunjuk; dan
f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, harus dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum.
(3) Dalam hal alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan perolehannya secara hukum, tidak dapat dijadikan alat bukti yang sah.
(4) Mahkamah Konstitusi menentukan sah atau tidak sahnya alat bukti dalam persidangan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 37
Mahkamah Konstitusi menilai alat-alat bukti yang diajukan ke persidangan dengan memperhatikan persesuaian antara alat bukti yang satu dengan alat bukti yang lain.
Pasal 38
(1) Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.
(2) Surat panggilan harus sudah diterima oleh yang dipanggil dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari persidangan.
(3) Para pihak yang merupakan lembaga negara dapat diwakili oleh pejabat yang ditunjuk atau kuasanya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4) Jika saksi tidak hadir tanpa alasan yang sah meskipun sudah dipanggil secara patut menurut hukum, Mahkamah Konstitusi dapat meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan saksi tersebut secara paksa.
Bagian Kelima
Pemeriksaan Pendahuluan
Pasal 39
(1) Sebelum mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan.
(2) Dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari.
Bagian Keenam
Pemeriksaan Persidangan
Pasal 40
(1) Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.
11
(2) Setiap orang yang hadir dalam persidangan wajib menaati tata tertib persidangan.
(3) Ketentuan mengenai tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Mahkamah Konstitusi.
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi.
Pasal 41
(1) Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta alat bukti yang diajukan.
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan permohonan.
(3) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permintaan hakim konstitusi diterima.
Pasal 42
Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.
Pasal 43
Dalam pemeriksaan persidangan, pemohon dan/atau termohon dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa khusus untuk itu.
Pasal 44
(1) Dalam hal pemohon dan/atau termohon didampingi oleh selain kuasanya di dalam persidangan, pemohon dan/atau termohon harus membuat surat keterangan yang khusus untuk itu.
(2) Surat keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjukkan dan diserahkan kepada hakim konstitusi di dalam persidangan.
Bagian Ketujuh
Putusan
Pasal 45
(1) Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim.
(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti.
(3) Putusan Mahkamah Konstitusi wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.
(4) Putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diambil secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang.
(5) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.
12
(6) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya.
(7) Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak.
(8) Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.
(9) Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak.
(10) Dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8), pendapat anggota Majelis Hakim yang berbeda dimuat dalam putusan.
Pasal 46
Putusan Mahkamah Konstitusi ditandatangani oleh hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus, dan panitera.
Pasal 47
Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.
Pasal 48
(1) Mahkamah Konstitusi memberi putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Setiap putusan Mahkamah Konstitusi harus memuat:
a. kepala putusan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
b. identitas pihak;
c. ringkasan permohonan;
d. pertimbangan terhadap fakta yang terungkap dalam persidangan;
e. pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan;
f. amar putusan; dan
g. hari, tanggal putusan, nama hakim konstitusi, dan panitera.
Pasal 49
Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Bagian Kedelapan
Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
Pasal 50
Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13
Pasal 51
(1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b. materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 52
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada DPR dan Presiden untuk diketahui, dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 53
Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 54
Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/atau risalah rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.
Pasal 55
Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 56
(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
14
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4) Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(5) Dalam hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 57
(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(2) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
(3) Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan wajib dimuat dalam Berita Negara dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak putusan diucapkan.
Pasal 58
Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 59
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden, dan Mahkamah Agung.
Pasal 60
Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali.
Bagian Kesembilan
Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang Kewenangannya Diberikan oleh
Undang-Undang Dasar
Pasal 61
(1) Pemohon adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
15
mempunyai kepentingan langsung terhadap kewenangan yang dipersengketakan.
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang kepentingan langsung pemohon dan menguraikan kewenangan yang dipersengketakan serta menyebutkan dengan jelas lembaga negara yang menjadi termohon.
Pasal 62
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada termohon dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 63
Mahkamah Konstitusi dapat mengeluarkan penetapan yang memerintahkan pada pemohon dan/atau termohon untuk menghentikan sementara pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 64
(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan dengan tegas bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan.
(4) Dalam hal permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 65
Mahkamah Agung tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Mahkamah Konstitusi.
Pasal 66
(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa termohon tidak mempunyai kewenangan untuk melaksanakan kewenangan yang dipersengketakan, termohon wajib melaksanakan putusan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diterima.
(2) Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan kewenangan termohon batal demi hukum.
Pasal 67
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai sengketa kewenangan disampaikan kepada DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Presiden.
16
Bagian Kesepuluh
Pembubaran Partai Politik
Pasal 68
(1) Pemohon adalah Pemerintah.
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang bersangkutan, yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 69
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada partai politik yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 70
(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 71
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pembubaran partai politik wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 72
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pembubaran partai politik disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.
Pasal 73
(1) Pelaksanaan putusan pembubaran partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah.
(2) Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh Pemerintah dalam Berita Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diterima.
Bagian Kesebelas
Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
Pasal 74
(1) Pemohon adalah:
a. perorangan warga negara Indonesia calon anggota Dewan Perwakilan Daerah peserta pemilihan umum;
17
b. pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden peserta pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden; dan
c. partai politik peserta pemilihan umum.
(2) Permohonan hanya dapat diajukan terhadap penetapan hasil pemilihan umum yang dilakukan secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum yang mempengaruhi:
a. terpilihnya calon anggota Dewan Perwakilan Daerah;
b. penentuan pasangan calon yang masuk pada putaran kedua pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta terpilihnya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden;
c. perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum di suatu daerah pemilihan.
(3) Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak Komisi Pemilihan Umum mengumumkan penetapan hasil pemilihan umum secara nasional.
Pasal 75
Dalam permohonan yang diajukan, pemohon wajib menguraikan dengan jelas tentang:
a. kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan hasil penghitungan yang benar menurut pemohon; dan
b. permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon.
Pasal 76
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Komisi Pemilihan Umum dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 77
(1) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon dan/atau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2) Dalam hal Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan beralasan, amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Mahkamah Konstitusi menyatakan membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar.
(4) Dalam hal permohonan tidak beralasan amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 78
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas perselisihan hasil pemilihan umum wajib diputus dalam jangka waktu:
18
a. paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden;
b. paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi, dalam hal pemilihan umum anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 79
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai perselisihan hasil pemilihan umum disampaikan kepada Presiden.
Bagian Kedua belas
Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
Pasal 80
(1) Pemohon adalah DPR.
(2) Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya mengenai dugaan:
a. Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau
b. Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemohon wajib menyertakan keputusan DPR dan proses pengambilan keputusan mengenai pendapat DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, risalah dan/atau berita acara rapat DPR, disertai bukti mengenai dugaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 81
Mahkamah Konstitusi menyampaikan permohonan yang sudah dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 82
Dalam hal Presiden dan/atau Wakil Presiden mengundurkan diri pada saat proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi, proses pemeriksaan tersebut dihentikan dan permohonan dinyatakan gugur oleh Mahkamah Konstitusi.
Pasal 83
(1) Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima.
(2) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
19
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan membenarkan pendapat DPR.
(3) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela dan/atau tidak terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, amar putusan menyatakan permohonan ditolak.
Pasal 84
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai permohonan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80, wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Pasal 85
Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai pendapat DPR wajib disampaikan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wakil Presiden.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 86
Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, seluruh permohonan dan/atau gugatan yang diterima Mahkamah Agung dan belum diputus berdasarkan ketentuan Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak Mahkamah Konstitusi dibentuk.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 88
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
20
Disahkan Di Jakarta
Pada Tanggal 13 Agustus 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan Di Jakarta
Pada Tanggal 13 Agustus 2003
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG KESOWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2003 NOMOR 98
21
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 2003
TENTANG
MAHKAMAH KONSTITUSI
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas maka salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman, di samping Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Hal ini berarti Mahkamah Konstitusi terikat pada prinsip umum penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lembaga lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berwenang untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. memutus pembubaran partai politik;
d. memutus perselisihan hasil pemilihan umum; dan
e. memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi melaksanakan prinsip checks and balances yang menempatkan semua lembaga negara dalam kedudukan setara sehingga terdapat keseimbangan dalam penyelenggaraan negara. Keberadaan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah nyata untuk dapat saling mengoreksi kinerja antar lembaga negara.
22
Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan Pasal 24C ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
Untuk mendapatkan hakim konstitusi yang memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar, Undang-Undang ini mengatur mengenai syarat calon hakim konstitusi secara jelas. Di samping itu, diatur pula ketentuan mengenai pengangkatan dan pemberhentian, cara pencalonan secara transparan dan partisipatif, dan pemilihan hakim konstitusi secara obyektif dan akuntabel.
Hukum acara yang diatur dalam Undang-Undang ini memuat aturan umum beracara di muka Mahkamah Konstitusi dan aturan khusus sesuai dengan karakteristik masing-masing perkara yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan untuk melengkapi hukum acara menurut Undang-Undang ini.
Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dilakukan secara sederhana dan cepat.
Dalam Pasal III Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung, sehingga Undang-Undang ini mengatur pula peralihan dari perkara yang ditangani Mahkamah Agung setelah terbentuknya Mahkamah Konstitusi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
23
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “tindakan kepolisian” adalah:
a. pemanggilan sehubungan dengan tindak pidana;
b. meminta keterangan tentang tindak pidana;
c. penangkapan;
d. penahanan;
e. penggeledahan; dan/atau
f. penyitaan.
Pasal 7
Sekretariat Jenderal menjalankan tugas teknis administratif Mahkamah Konstitusi, sedangkan Kepaniteraan menjalankan tugas teknis administrasi justisial.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan “keterangan” adalah segala keterangan lisan dan tertulis, termasuk dokumen yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa.
Pasal 12
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin kemandirian dan kredibilitas Mahkamah Konstitusi dalam mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
24
Kewajiban memberikan laporan berkala berdasarkan ketentuan ini tidak mengurangi kewajiban membuat laporan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Surat pernyataan yang dimaksud dalam ketentuan ini juga memuat tentang telah terpenuhinya seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud pada ketentuan ayat (1) dan surat pernyataan tersebut disimpan pada Mahkamah Konstitusi.
Pasal 17
Huruf a
Pejabat negara lainnya, misalnya anggota DPR, anggota Dewan Perwakilan Daerah, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, hakim atau hakim agung, menteri, dan pejabat lain sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pengusaha” adalah direksi atau komisaris perusahaan.
Huruf d
Selama menjadi hakim konstitusi, advokat tidak boleh menjalankan profesinya.
Huruf e
Selama menjadi hakim konstitusi, status pegawai negeri yang bersangkutan diberhentikan sementara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 18
Ayat (1)
Penerbitan Keputusan Presiden dalam ketentuan ini bersifat administratif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 19
25
Berdasarkan ketentuan ini, calon hakim konstitusi dipublikasikan di media massa baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan untuk ikut memberi masukan atas calon hakim yang bersangkutan.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan tercela” adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat hakim konstitusi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “persidangan” adalah persidangan dalam pemeriksaan perkara.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
26
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “dituntut di muka pengadilan” adalah pelimpahan berkas perkara yang bersangkutan ke pengadilan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah pengembalian hak-hak pribadi dan nama baik yang bersangkutan tanpa mengembalikan kedudukannya sebagai hakim konstitusi.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keadaan luar biasa” adalah meninggal dunia atau terganggu fisik/jiwanya sehingga tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagai hakim konstitusi.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “berhalangan” adalah keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada penjelasan ayat (1).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan kelengkapan permohonan” adalah bersifat administrasi.
27
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Petunjuk yang dimaksud dalam ketentuan ini hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan barang bukti.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 37
Alat bukti yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah alat bukti petunjuk.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
28
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi” dalam ketentuan ini dikenal dengan istilah Contempt of Court.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keyakinan Hakim” adalah keyakinan Hakim berdasarkan alat bukti.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Berdasarkan ketentuan ini dalam sidang permusyawaratan pengambilan putusan tidak ada suara abstain.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
29
Ayat (10)
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Dalam pertimbangan hukum memuat dasar hukum yang menjadi dasar putusan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” adalah perubahan pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.
Pasal 51
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perorangan” termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan sama.
Huruf b
30
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
31
Yang dimaksud dengan “pelaksanaan kewenangan” adalah tindakan baik tindakan nyata maupun tindakan hukum yang merupakan pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan.
Dalam mengeluarkan penetapan Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan oleh pelaksanaan kewenangan yang dipersengketakan.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Pemerintah” adalah Pemerintah Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “penetapan hasil pemilihan umum” adalah jumlah suara yang diperoleh peserta pemilihan umum.
32
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Huruf a
Berdasarkan ketentuan ini pemohon menunjukkan dengan jelas tempat penghitungan suara dan kesalahan dalam penjumlahan penghitungan suara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “risalah dan/atau berita acara rapat DPR” adalah risalah dan/atau berita acara rapat alat kelengkapan DPR maupun rapat paripurna DPR.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
33
Cukup jelas.
Pasal 86
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengisi kemungkinan adanya kekurangan atau kekosongan dalam hukum acara berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4316
34

Minggu, 16 Januari 2011

SIKAP


Semakin lama saya hidup, semakin saya sadar
Akan pengaruh sikap dalam kehidupan

Sikap lebih penting daripada ilmu,
daripada uang, daripada kesempatan,
daripada kegagalan, daripada keberhasilan,
daripada apapun yang mungkin dikatakan
atau dilakukan seseorang.

Sikap lebih penting
daripada penampilan, karunia, atau keahlian.
Hal yang paling menakjubkan adalah
Kita memiliki pilihan untuk menghasilkan
sikap yang kita miliki pada hari itu.

Kita tidak dapat mengubah masa lalu
Kita tidak dapat mengubah tingkah laku orang
Kita tidak dapat mengubah apa yang pasti terjadi

Satu hal yang dapat kita ubah
adalah satu hal yang dapat kita kontrol,
dan itu adalah sikap kita.

Saya semakin yakin bahwa hidup adalah
10 persen dari apa yang sebenarnya terjadi pada diri kita,
dan 90 persen adalah bagaimana sikap kita menghadapinya.

Akhirnya: Seluruh pilihan terletak di tangan Anda, tidak ada JIKA atau TETAPI. Andalah pengemudinya. Andalah yang menentukan JALAN HIDUP ANDA…!

Aku ingin mencintai mu dengan sederhana











Aku memandang kalender yang terletak di meja dengan kesal. Sabtu, 30 Maret 2002, hari ulang tahun perkawinan kami yang ketiga. Dan untuk ketiga kalinya pula Aa’ lupa. Ulang tahun pertama, Aa’ lupa karena harus rapat dengan direksi untuk menyelesaikan beberapa masalah keuangan perusahaan. Sebagai Direktur keuangan, Aa’ memang berkewajiban menyelesaikan masalah tersebut. Baiklah, aku maklum. Persoalan saat itu memang lumayan pelik.

Ulang tahun kedua, Aa’ harus keluar kota untuk melakukan presentasi. Kesibukannya membuatnya lupa. Dan setelah minta maaf, waktu aku menyatakan kekesalanku, dengan kalem ia menyahut,” Dik, toh aku sudah membuktikan cintaku sepanjang tahun. Hari itu tidak dirayakan kan tidak apa-apa. Cinta kan tidak butuh upacara…”

Sekarang, pagi-pagi ia sudah pamit ke kantor karena harus menyiapkan beberapa dokumen rapat. Ia pamit saat aku berada di kamar mandi. Aku memang sengaja tidak mengingatkannya tentang ulang tahun perkawinan kami. Aku ingin mengujinya, apakah ia ingat atau tidak kali ini. Nyatanya? Aku menarik napas panjang.

Heran, apa sih susahnya mengingat hari ulang tahun perkawinan sendiri? Aku mendengus kesal. Aa’ memang berbeda dengan aku. Ia kalem dan tidak ekspresif, apalagi romantis. Maka, tidak pernah ada bunga pada momen-momen istimewa atau puisi yang dituliskan di selembar kertas merah muda seperti yang sering kubayangkan saat sebelum aku menikah.

Sedangkan aku, ekspresif dan romantis. Aku selalu memberinya hadiah dengan kata-kata manis setiap hari ulang tahunnya. Aku juga tidak lupa mengucapkan berpuluh kali kata I love you setiap minggu. Mengirim pesan, bahkan puisi lewat sms saat ia keluar kota. Pokoknya, bagiku cinta harus diekspresikan dengan jelas. Karena kejelasan juga bagian dari cinta.

Aku tahu, kalau aku mencintai Aa’, aku harus menerimanya apa adanya. Tetapi, masak sih orang tidak mau berubah dan belajar? Bukankah aku sudah mengajarinya untuk bersikap lebih romantis? Ah, pokoknya aku kesal titik. Dan semua menjadi tidak menyenangkan bagiku. Aku uring-uringan. Aa’ jadi benar-benar menyebalkan di mataku. Aku mulai menghitung-hitung waktu dan perhatian yang diberikannya kepadaku dalam tiga tahun perkawinan kami. Tidak ada akhir minggu yang santai. Jarang sekali kami sempat pergi berdua untuk makan malam di luar. Waktu luang biasanya dihabiskannya untuk tidur sepanjang hari. Jadilah aku manyun sendiri hampir setiap hari minggu dan cuma bisa memandangnya mendengkur dengan manis di tempat tidur.

Rasa kesalku semakin menjadi. Apalagi, hubungan kami seminggu ini memang sedang tidak baik. Kami berdua sama-sama letih. Pekerjaan yang bertumpuk di tempat tugas kami masing-masing membuat kami bertemu di rumah dalam keadaan sama-sama letih dan mudah tersinggung satu sama lain. Jadilah, beberapa kali kami bertengkar minggu ini.

Sebenarnya, hari ini aku sudah mengosongkan semua jadual kegiatanku. Aku ingin berdua saja dengannya hari ini dan melakukan berbagai hal menyenangkan. Mestinya, Sabtu ini ia libur. Tetapi, begitulah Aa’. Sulit sekali baginya meninggalkan pekerjaannya, bahkan pada akhir pekan seperti ini. Mungkin, karena kami belum mempunyai anak. Sehingga ia tidak merasa perlu untuk meluangkan waktu pada akhir pekan seperti ini.

”Hen, kamu yakin mau menerima lamaran A’ Ridwan?” Diah sahabatku menatapku heran. ”Kakakku itu enggak romantis, lho. Tidak seperti suami romantis yang sering kau bayangkan. Dia itu tipe laki-laki serius yang hobinya bekerja keras. Baik sih, soleh, setia… Tapi enggak humoris. Pokoknya, hidup sama dia itu datar. Rutin dan membosankan. Isinya cuma kerja, kerja dan kerja…” Diah menyambung panjang lebar. Aku cuma senyum-senyum saja saat itu. Aa’ memang menanyakan kesediaanku untuk menerima lamaranku lewat Diah.

”Kamu kok gitu, sih? Enggak senang ya kalau aku jadi kakak iparmu?” tanyaku sambil cemberut. Diah tertawa melihatku. ”Yah, yang seperti ini mah tidak akan dilayani. Paling ditinggal pergi sama A’ Ridwan.” Diah tertawa geli. ”Kamu belum tahu kakakku, sih!” Tetapi, apapun kata Diah, aku telah bertekad untuk menerima lamaran Aa’. Aku yakin kami bisa saling menyesuaikan diri. Toh ia laki-laki yang baik. Itu sudah lebih dari cukup buatku.

Minggu-minggu pertama setelah perkawinan kami tidak banyak masalah berarti. Seperti layaknya pengantin baru, Aa’ berusaha romantis. Dan aku senang. Tetapi, semua berakhir saat masa cutinya berakhir. Ia segera berkutat dengan segala kesibukannya, tujuh hari dalam seminggu. Hampir tidak ada waktu yang tersisa untukku. Ceritaku yang antusias sering hanya ditanggapinya dengan ehm, oh, begitu ya… Itupun sambil terkantuk-kantuk memeluk guling. Dan, aku yang telah berjam-jam menunggunya untuk bercerita lantas kehilangan selera untuk melanjutkan cerita.

Begitulah… aku berusaha mengerti dan menerimanya. Tetapi pagi ini, kekesalanku kepadanya benar-benar mencapai puncaknya. Aku izin ke rumah ibu. Kukirim sms singkat kepadanya. Kutunggu. Satu jam kemudian baru kuterima jawabannya. Maaf, aku sedang rapat. Hati-hati. Salam untuk Ibu. Tuh, kan. Lihat. Bahkan ia membutuhkan waktu satu jam untuk membalas smsku. Rapat, presentasi, laporan keuangan, itulah saingan yang merebut perhatian suamiku.

Aku langsung masuk ke bekas kamarku yang sekarang ditempati Riri adikku. Kuhempaskan tubuhku dengan kesal. Aku baru saja akan memejamkan mataku saat samar-samar kudengar Ibu mengetuk pintu. Aku bangkit dengan malas.

”Kenapa Hen? Ada masalah dengan Ridwan?” Ibu membuka percakapan tanpa basa-basi. Aku mengangguk. Ibu memang tidak pernah bisa dibohongi. Ia selalu berhasil menebak dengan jitu.

Walau awalnya tersendat, akhirnya aku bercerita juga kepada Ibu. Mataku berkaca-kaca. Aku menumpahkan kekesalanku kepada Ibu. Ibu tersenyum mendengar ceritaku. Ia mengusap rambutku. ”Hen, mungkin semua ini salah Ibu dan Bapak yang terlalu memanjakan kamu. Sehingga kamu menjadi terganggu dengan sikap suamimu. Cobalah, Hen pikirkan baik-baik. Apa kekurangan Ridwan? Ia suami yang baik. Setia, jujur dan pekerja keras. Ridwan itu tidak pernah kasar sama kamu, rajin ibadah. Ia juga baik dan hormat kepada Ibu dan Bapak. Tidak semua suami seperti dia, Hen. Banyak orang yang dizholimi suaminya. Na’udzubillah!” Kata Ibu.

Aku terdiam. Yah, betul sih apa yang dikatakan Ibu. ”Tapi Bu, dia itu keterlaluan sekali. Masak Ulang tahun perkawinan sendiri tiga kali lupa. Lagi pula, dia itu sama sekali tidak punya waktu buat aku. Aku kan istrinya, bu. Bukan cuma bagian dari perabot rumah tangga yang hanya perlu ditengok sekali-sekali.” Aku masih kesal. Walaupun dalam hati aku membenarkan apa yang diucapkan Ibu.

Ya, selain sifat kurang romantisnya, sebenarnya apa kekurangan Aa’? Hampir tidak ada. Sebenarnya, ia berusaha sekuat tenaga untuk membahagiakanku dengan caranya sendiri. Ia selalu mendorongku untuk menambah ilmu dan memperluas wawasanku. Ia juga selalu menyemangatiku untuk lebih rajin beribadah dan selalu berbaik sangka kepada orang lain. Soal kesetiaan? Tidak diragukan. Diah satu kantor dengannya. Dan ia selalu bercerita denganku bagaimana Aa’ bersikap terhadap rekan-rekan wanitanya di kantor. Aa’ tidak pernah meladeni ajakan Anita yang tidak juga bosan menggoda dan mengajaknya kencan. Padahal kalau mau, dengan penampilannya yang selalu rapi dan cool seperti itu, tidak sulit buatnya menarik perhatian lawan jenis.

”Hen, kalau kamu merasa uring-uringan seperti itu, sebenarnya bukan Ridwan yang bermasalah. Persoalannya hanya satu, kamu kehilangan rasa syukur…” Ibu berkata tenang.

Aku memandang Ibu. Perkataan Ibu benar-benar menohokku. Ya, Ibu benar. Aku kehilangan rasa syukur. Bukankah baru dua minggu yang lalu aku membujuk Ranti, salah seorang sahabatku yang stres karena suaminya berselingkuh dengan wanita lain dan sangat kasar kepadanya? Bukankah aku yang mengajaknya ke dokter untuk mengobati memar yang ada di beberapa bagian tubuhnya karena dipukuli suaminya?

Pelan-pelan, rasa bersalah timbul dalam hatiku. Kalau memang aku ingin menghabiskan waktu dengannya hari ini, mengapa aku tidak mengatakannya jauh-jauh hari agar ia dapat mengatur jadualnya? Bukankah aku bisa mengingatkannya dengan manis bahwa aku ingin pergi dengannya berdua saja hari ini. Mengapa aku tidak mencoba mengatakan kepadanya, bahwa aku ingin ia bersikap lebih romantis? Bahwa aku merasa tersisih karena kesibukannya? Bahwa aku sebenarnya takut tidak lagi dicintai?

Aku segera pamit kepada Ibu. Aku bergegas pulang untuk membereskan rumah dan menyiapkan makan malam yang romantis di rumah. Aku tidak memberitahunya. Aku ingin membuat kejutan untuknya.

Makan malam sudah siap. Aku menyiapkan masakan kegemaran Aa’ lengkap dengan rangkaian mawar merah di meja makan. Jam tujuh malam, Aa’ belum pulang. Aku menunggu dengan sabar. Jam sembilan malam, aku hanya menerima smsnya. Maaf aku terlambat pulang. Tugasku belum selesai. Makanan di meja sudah dingin. Mataku sudah berat, tetapi aku tetap menunggunya di ruang tamu.

Aku terbangun dengan kaget. Ya Allah, aku tertidur. Kulirik jam dinding, jam 11 malam. Aku bangkit. Seikat mawar merah tergeletak di meja. Di sebelahnya, tergeletak kartu ucapan dan kotak perhiasan mungil. Aa’ tertidur pulas di karpet. Ia belum membuka dasi dan kaos kakinya.

Kuambil kartu ucapan itu dan kubuka. Sebait puisi membuatku tersenyum.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Lewat kata yang tak sempat disampaikan

Awan kepada air yang menjadikannya tiada

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

Dengan kata yang tak sempat diucapkan

Kayu kepada api yang menjadikannya abu. *

For vieny, welcome to your husband’s heart.

*dikutip dari Aku ingin mencintaimu dengan sederhana karya Sapardi Djoko Damono.

Tips merawat printer


Jika tak dirawat, printer bisa saja ‘ngambek’ dan kinerjanya menjadi tidak optimal. Untuk itulah, printer juga perlu dirawat layaknya perangkat elektronik lainnya agar tetap dalam kondisi baik.
Berikut beberapa tips mengenai cara merawat printer secara mudah dan murah, dan ditanggung, printer Anda sehat dan bisa bekerja lebih maksimal.
Gunakan Printer secara Periodik
Untuk mencegah kualitas cetakan yang buruk, gunakan printer Anda secara periodik sedikitnya 2-3 kali seminggu. Hal ini akan membuat aliran tinta dari lubang tetap lancar. Jika Anda termasuk jarang menggunakan printer, barangkali Anda perlu secarik kertas untuk mengingatkan Anda mencetak dengan tinta warna atau hitam putih sedikitnya 2 kali seminggu untuk menjaga kelancaran aliran tinta.
Matikan Printer Jika Tidak Digunakan
Jangan lupa untuk selalu mematikan printer jika tidak digunakan. Hal ini akan mencegah menutupnya lubang-lubang aliran tinta dalam kepala printer.
Bersihkan Kotoran dalam Printer
Bersihkan bagian dalam printer setiap satu atau dua minggu, tergantung seberapa sering dan seberapa banyak Anda menggunakan printer. Hal ini akan menjaga kemampuan printer Anda dalam mencetak. Jangan lupa mengamati apakah ada benda-benda yang tertinggal di dalam printer seperti penjepit kertas dan sebagainya. Jangan simpan printer di tempat berdebu atau penuh serangga. Jika memang tempatnya berdebu, ada baiknya bungkus printer dengan plastik untuk melindunginya dari kotoran.
Jagalah Cartridge dengan Baik Ketika Mengganti Tinta
Cartridge printer dipenuhi penghubung listrik yang halus. Benda ini mungkin rusak jika diperlakukan sembarangan. Bisa jadi sinyalnya dengan komputer menjadi putus atau hasil cetakannya buruk. Karena itu, perlakukan cartridge dengan hati-hati.
Gunakan Diagnostic Tools
Seluruh printer mempunyai software pertolongan tentang bagaimana merawat atau mengatasi permasalahan mengenai printer tersebut. Sediakan waktu mempelajarinya. Mungkin saja informasi yang disediakan bisa menolong Anda mengatasi permasalahan dalam printer Anda.
Matikan Printer Jika Gagal Mencetak
Kegagalan dalam mencetak atau error message yang kadang muncul, terkadang bisa diatasi dengan mematikan tombol printer, kemudian mencabut kabel daya sedikitnya selama sepuluh menit. Setelah itu, masukkan lagi kabel daya tersebut pada colokannya, nyalakan printer dan cobalah mencetak kembali. Cara seperti ini seringkali mampu mengatasi kegagalan mencetak dengan baik.
Sumber diambil dari detiknet.com
Gambar diambil dari http://www.ireviewelectronics.com/hp-officejet-5610-printer.html

Konsep-Konsep Sosiologi Hukum

pengertian hukum

Hukum Pidana
1. Pengertian
• Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum , perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan
• Hukum pidana adalah hokum yang mengatur tentang pelanggaran dankejahatan yang merugikan kepentingan umum
• Asas berlakunya hokum pidana adalah asas legaliatas pasal 1(1) KUHP
2. Tujuan hukum Pidana
• Prefentif (pencegahan) untuk menakut – nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik
• Respresif (mendidik) mendidik seseorang yang pernah melakuakanperbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan bermasyarakat
3. Pembagian Hukum Pidana
• Hukum pidana objektif (ius poenale) semua peratuaran tentang perintah atau larangan terhadap pelanggaran yang mana di ancam dengan hukuman yang bersifat siksaan , dibagi 2 :
1. hukum pidana material : hokum yang mengatur tentang apa , siapa, dan bagai mana orang dapat dihukum
2. hukum pidana formal : yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana
• Hukum pidana subjektif ( ius puniendi) : ialah hak Negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hokum pidana objektif .
• Hukum pidana umum : Ialah hokum pidana yang berlaku untuk setiap penduduk kecuali anggota ketentaraan
4. Tindak Pidana
1. pengertian tindak pidana (delik ): delik adalah perbuatan yang melanggar UU , dan oleh karena itu bertentangan dengan UU yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang dapat di pertanggung jawabkan atau perbuatan yang dapat dibebankan oleh hokum pidana .
2. unsure-unsur
1) unsure-unsur tindak pidana (delik) :
* harus ada suatu kelakuan (gedraging)
* harus sesuai dengan uraian UU ( wettelijke omshrijving)
* kelakuan hokum adalah kelakuan tanpa hak
* kelakuan itu diancam dengan hukuman
2) unsure objektif , adalah mengenai perbuatan , akibat dan keadaan ;
• perbuatan :
• dalam arti positif, perbuatan manusia yang disengaja
• dalam arti negative , kelalaian
• akibat , efek yang timbul dari sebuah perbuatan
• keadaan , sutu hal yang menyebabkan seseorang di hokum yang berkaitan dengan waktu
3) unsure subjektif ; Adalah mengenai keadaan dapat di pertanggung jawabkan dan schold (kesalahan) dalam arti dolus (sengaja) dan culpa (kelalaian ).
3. jenis-jenis delik
a) 1. delik formal , adalah kejahatan itu selesai kalau perbuatan sebagai mana di rurmuskan dalam peraturan pidana itu telah dilakukan 2. delik materil, yang dilarang oleh UU ialah akibatnya
b) 1. delicta commissionis, pelanggaran terhadap larangan yang diadakan oleh UU 2. delicta ommissionis, pelanggaran terhadap keharusan yang diadakan oleh UU
c) 1. delik yang dilakukan dengan sengaja (dolus) 2. delik yang dilakukan dengan kelalaian (culpa)
d) 1. kejahatan yang berdiri sendiri 2. kejahatan yang dijalankan terus
e) 1. kejahatan bersahaja 2. kejahatan tersusun
f) 1. kejahatan yang berjalan habis (kejahatan selesai pada suatu saat) 2. kejahatan yang terus
g) 1. delik pengaduan 2. delik commune (tdk membutuhkan pengaduan)
h) 1. delik politik : kejahatan yang ditujukan pada keamanan Negara atau kepala Negara langsung atau tidak langsung
2. delik umum (commune delict): Kejahatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang
3. delik khusus : Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu
Source: Ade Didikirawan
Posted in 32 Handout Dosen | Tagged: 17 Hukum Pidana, Hukum | Leave a Comment »
Hukum Agraria
Posted by mujiburrahman on November 11, 2008
1. sejarah
sebelum UUPA berlaku p0ada tahun1960 hukum agrarian yang berlaku adalah hokum agrarian colonial dan adapt ini berlaku sampai dengan tahun 1960 namun dengan beberapa perubahan (sejak tahun 1945) , yang menyangkut hal-hal yang tidak sesuai dengan jiwa kemerdekaan bangsa Indonesia
pada masa berlakunya hokum agraria colonial di berlakukan suatu asas yang disebut asas domain verklaring . Asas ini memberi wewenang kepada Negara untuk memiliki BARA , untuk tanah yang tidak dapat di buktikan secara tertulis pada saat itu juga dikenal hak-hak atas tanah yang bersumber dari hokum barat , seperti hak eigendom (hak milik), hak postal( hak mendirikan bangunan ), hak effacht (hak untuk mengusahakan tanah)
2. landasan yuridis
hokum agrarian nasional diatur dalam UU no. 5 thn. 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria (UUPA)
undang-undang ini lahir pada tanggal 24 september 1960 . bumi, air, ruang, udara, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia tuhan kepada bangsa Indonesia
menurut pasal 33(3) UUD1945 , bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemamuran rakyat . hak demikian disebut hak menguasai Negara
3. pengertian
hokum agrarian adalah kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara orang dengan bumi , air, ruang udara , dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
4. tujuan hokum agrarian (UUPA)
* untuk membawa kemamuran , kebahagian , dan keadilan bagi Negara-negara dan rakyat
* untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hokum pertanahan
* untuk memberi kepastian hokum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia
5. asas hokum agrarian
1. asas hak menguasai Negara
asas ini mengatakan bahwa sebagai organisasi kekuasaan tertinggi Negara di beri wewenang untuk mengatur peruntukan tanah atau berkewajiban untuk mengatur tanah serta pemberian tanah . dalam hal ini Negara bukan sebagai pemilik tanah
2. asas nasionalitas
adalah asas yang menghendakai bahwa hanya bangsa Indonesia saja yang dapat mempunyai hubungan hokum sepenuhnya dengan bumi, air , ruang angkasa , dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
3. asas hak atas tanah mempunyai fungsi social
fungsi social hak atas tanah adalah fungsi – fungsi kepentingan orang banyak atau kepentingan nasioanl . sehingga sebidang tanah dapat dicabut dari kepemilikan seseorang bila kepentingan orang banyak atau nasioanl memerlukannya , dengan kompensasi berupa suatu ganti rugi
4. asas persamaan
persamaan dalam penguasaan atas barang yang tidak membeda-bedakan jenis kelamin , golongan , bahkan tidak membedakan suku bangsa
5. asas mengerjakan sendiri tanah pertaniannya secara aktif
asas ini menuntut pemiliknya harus tinggal tidak jauh dari letak tanah pertaniannya agar efektif mengerjakannya
6. macam – macam hak atas tanah (menurut pasal 16 UUPA)
• hak milik
• hak guna usaha
• hak guna bangunan
• hak pakai
• hak sewa
• hak memungut hasil
• hak tanggungan
Macam –macam hak dalam hokum agrarian di bedakan atas subjek, objek, cara memperoleh dan jangka waktu berakhirnya
Macam-macam hak atas tanah menurut pasal 16 UUPA :
1. hak milik
merupakan hak atas tanah yag terkuat , terpenuh dan bersifat turun temurun serta merupakan induk dari hak-hak lain dengan jangka waktu yang tidak terbatas
2. hak guna usaha
merupakan hak untuk mengusahakan suatu bidang tanah bagi usaha-usaha pertanian atas tanah negara yang di peroleh melalui permohonan hak.
Hak guna usaha ini memiliki jangka waktu tertentu , yaitu selama 36 tahun dan dapat diperpanjang serta di perbaharui hak guna usaha ini bisa dialihkan , dijaminkan , dan dapat diwariskan
3. hak guna bangunan
hak untuk membuat bangunan di atas sebidang tanah milik Negara yang diperoleh melalui permohonan hak . hak ini memiliki jangka waktu tertentu yaitu selama 30 tahun , tetapi dapat diperpanjang dan di perbaharui
4. hak pakai
merupakan hak untuk memakai atau menggunakan suatu bidang tanah sesuai dengan sifat kemampuan tanahnya
5. hak sewa
merupakan hak untuk menggunakan suatu bangunan dengan jangka waktu tertentu , dengan suatu jangka waktu tertentu yang disepakatti .
6. hak memungut hasil
hak untuk mengambil.
Source: Ade Didikirawan
Posted in 32 Handout Dosen | Tagged: Hukum, Hukum Agraria | 1 Comment »
Hukum Ketenagakerjaan
A. sejarah
Asal muala adanaya Hk. Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita lihat pada abad 120 sm . ketika bangsa Indonesia ini mulai ada sudah dikenal adanya system gotong royong , antara anggota masyarakat . dimana gotong royong merupakan suatu system pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hokum ketanaga kerjaan adat . dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hokum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bantgsa Indonesia dari abad kea bad
Setelah memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman kerajaan hindia belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan . antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budakdari kasta brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya system pengangkatan namun sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum bangsawan (raden ) memiliki hak penuh atas para tukang nya . nilai-nilai keislaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh didnding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad –abad sebelumnya
Pada saat masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat perlakuan terhadap budak sangat keji & tidak berprikemanusiaan . satu-satunya penyelsaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka. Baik sosiologis maupun yuridis dan ekonomis
Tindakan belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817 no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa . kemudian thn. 1818 di tetapkan pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818 berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960 perbudakan dihapuskan
Selain kasus hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja . rodi adalah kerja paksa mula-mula merupakan gotong royong oleh semua penduduk suatu desa-desa suku tertentu . namun hal tersebut di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah hindia belanda dan pembesar-pembesarnya.
B. azas hokum ketanagakerjaan
Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah artinya asas pembangunan ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya asas demokrasi pancasila serta asas adil dan merata.
C. ruang lingkup
Ruang lingkup ketenagakerjaan meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post employment)
Jangkauan hokum ketenagakerjaan lebih luas bila dibandingkan dengan hokum perdata sebagaimana di atur dalam buku III title 7A yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam hubungan kerja
D. pelaksanaan hubungan kerja di Indonesia
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
* Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsure-unsur pekerjaan , upah dan perintah
* Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yangtidak tertentu
Perjanjian Kerja
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.”
Pengertian luas dan lemah
* Sudikno Mertokusumo , “ perjanjian adalah subjek hokum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum .”
* Definisi pejanjian klasik , “ perjanjian adalah perbuatan hokum bukan hubungan hokum (sesuai dengan pasal 1313 perjanjian adalah perbuatan ).”
1. pengertian perjanjian kerja
dalam KUHPerdata , pasal 1601 titel VII A buku III tentang perjanjian untuk melakuakn pekerjaan yang menyatakan bahwa :
“selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan yang khusus untuk itu dan untuk syarat-syarat yang di perjanjikan dan jika itu tidak ada , oleh karena kebiasaan , maka ada dua macam perjanjian dengan mana pihak yang lain dengan menerima upah, perjanjian perburuhan dan pemborong pekerjaan.”
2. unsure-unsur dalam perjanjian kerja :
KUHPerdata pasal 1320 (menurut pasal 1338 (1) ) menyatakan sahnya perjanjian :
Mereka sepakat untuk mengakibatkan diri
* Cakap untuk membuat suatu perikatan
* Suatu hal tertentu
* Suatu sebab yang hallal
Syarat subjektif : mengenai subjek perjanjian dan akibat hokum
M.G Rood (pakar hokum perburuhan dari belanda ), 4 unsur syarat perjanjian kerja :
* Adanya unsure work (pekerjaan )
Dalam suatau perjanjian kerja haruslah ada pekerjaan yang jelas yang dilakukan oleh pekerja dan sesuai denagan yang tercantum dalam perjanjian yang telah disepakati dengan ketentuan –ketentuan yang tercantum dalam UU no.13 thn. 2003
* Adanya unsure service (pelayanan)
* Adanya unsure time (waktu )
* Adanya unsure pay (upah )
3. Bentuk Perjanjian Kerja
Dalam praktik di kenal 2 bentuk perjanjian
• Tertulis
Di peruntuk perjanjian-perjanjian yang sifatnya tertentu atau adanya kesepakatan para pihak, bahwa perjanjian yang dibuatnya itu menginginkan dibuat secara tertulis , agar adanya kepastian hokum
• Tidak tertulis
bahwa perjnjian yang oleh undang-undahng tidak disyaratkan dalam bentuk tertulis
4. Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dlam Perjanjian Kerja
Subjek dari perjanjian kerja adalah orang-orang yang terikat oleh perjanjian yang di buatnya
Hak dan kewajiban subjek kerja , diman hak merupakan suatu tuntutan & keinginan yang di peroleh oleh subjek kerja ( pengusaha dan pekerja ). sedangkan kewajiban adalah para pihak , disebut prestasi
5. Berakhirnya Perjanjian Kerja
Alas an berakhirnya perjanjian kerja adalah :
* Pekerja meninggal dunia
* Berakhir karena jangka waktu dalam perjanjian
* Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelsaian perselisihan hubungan industrial
* Adanya keadaan atau kejadian yang di cantumkan dalam perjanjian kerja
* Pemutusan hubungan kerja
1. istilah dan pengertian hubungan kerja
1. Deter mination , putusan hubungan kerja karena selesai atau berakhirnya kontrak kerja
2. Dissmisal, putusan hubungan kerja karena tindakan indisipliner
3. Redudancy, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan perkembangan tekhnologi
4. Retrechtment, pemutusan hubungan kerja yang berkaitan dengan masalah ekonomi
F.X. Djumialdji
Pemutusan hubungan kerja adalah suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara buruh dan majikan karena suatu hal tertentu.
Pasal 1 angka 25 UU no.13 thn. 2003
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena sesuatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkara (buruh dan pengusaha )
2. macam –macam pemutusan hubungan kerja
1. pemutusan hubungan kerja demi hokum
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja berhenti dengan sendirinya yang mana kedua belah pihak hanya pasif saja , tanpa suatu tindakan atau perbuatan salah satu pihak
* pemutusan hubungan kerja ini terjadi pada saat
1. perjanjian kerja pada waktu tertentu, (pasal 1.1 Kep. Men tenaga kerja & transmigrasi no: Kep.100/ Men/ V/ 2004 tentang keterangan pelaksanaan perjanjian kerja , waktu tertentu )
2. pekerja meninggal dunia
pasal 61 ayat 1 huruf a UU no.13 thn. 2003 ditegaskan bahwa perjanjian kerja berakhir apabila pekerja meninggal dunia namun hak-hak nya bisa di berikan pada ahli waris (61.a(5))
* pemutusan hubungan kerja oleh pekerja
dapat terjadi karena :
1. masa percobaan
2. meninggalnya pengusaha
3. perjanjian kerja untuk waktu tidak tentu
4. pekerja dapat memutuskan hubungan kerja sewaktu-waktu
* pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha
pemutusan hubungan kerja dilakuakan oleh pengusaha dengan membayarkan uang pesangon, sebagai upah akhir.
• Pemutusan hubungan kerja oleh pengadilan
Keputusan yang di tetapkan oleh pengadilan tentang pemutusan hubungan kerja dalam pengadilan perdata yang biasa berdasarkan surat permohonan oleh pihak yang bersangkutan.karena alas an – alas an penting.
• Penyelsaian hubungan kerja
Dibedakan atas dan bagian :
1. menurut sifatnya
1. perselisihan kolektif
2. perselisihan perseorangan
2. menurut jenisnya
1. peselisihan jenisnya
2. perselisihan kepentingan
• system pengupahan
Di pandang dari sudut nilainya upah dibedakan antara upah nominal dengan upah riil
a. upah nominal adalah jumlah yang berupa uang
b. upah riil adalah banyaknya barang yang dapat dibeli oleh jumlah uang itu
menurut cara menetapkan upah dibagi kedalam system-sistem pengupahan , sebagai berikut :
1. system upah jangka waktu
2. upah yang ditetapkan menurut jangka waktu pekerja . melakukan pekerjaan
3. system upah potongan
sumber: Ade Didikirawan
Hukum Perdata

Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.
3. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA DALAM KUH PERDATA (BW)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) Indonesia terdiri dari empat buku sebagai berikut :
1. Buku I, yang berjudul ”perihal orang” (van persoonen), memuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan.
2. Buku II, yang berjudul ”perihal benda” (van zaken), memuat hukum benda dan hukum waris.
3. Buku III, yang berjudul ”perihal perikatan” (van verbintennisen), memuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4. Buku IV, yang berjudul ”perihal pembuktian dan kadaluarsa” (van bewijs en verjaring), memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
4. SISTEMATIKA HUKUM PERDATA MENURUT ILMU PENGETAHUAN
Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
1. Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonenrecht) yang antara lain mengatur tentang :
a. Orang sebagai subjek hukum.
b. Orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
2. Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain :
a. Perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri.
b. Hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijke macht).
c. Perwalian (voogdij).
d. Pengampunan (curatele).
3. Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta kekayaan ini meliputi :
a. Hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang.
b. Hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak tertentu saja.
4. Hukum waris (erfrecht) mengatur tentang benda atau kakayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.
Buku kansil
Buku A. djamali
C.B Gelio
Hukum Administrasi Negara
Ini adalah tulisan habis searching di internet. Ternyata ada tulisan dari Ade Didikirawan yang bagus maka langsung aja aku kopi paste dan masukin ke website ini. Mungkin tidak begitu rapi dalam menyajikan namun ini adalah usaha yang bagus untuk memahami sedikit tentang hukum administrasi negara yah sekedar pengantar untuk Hukum Administrasi Negara untuk S1.
1. PENGERTIAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
1. Hukum administrasi negara adalah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahnya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi. (R. Abdoel Djamali).
2. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana negara sebagai penguasa menjalankan usaha-usaha untuk memenuhi tugasnya. (Kusumadi Poedjosewojo.)
3. Hukum administrasi negara adalah hukum yang menguji hubungan hukum istinewa yang diadakan, akan kemungkinan para pejabat melakukan tugas mereka yang khusus. (E. Utrecht.)
4. Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh para pengusaha yang diserahi tugas pemerintahan dalam menjalankan tugasnya. (Van Apeldoorn.)
5. Hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat. (Djokosutono.)
6. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari istilah Administrasi recht (bahasa Belanda).
2. SUMBER-SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pada umumnya, dapat dibedakan menjadi dua :
1. Sumber hukum material, yaitu sumber hukum yang turut menentukan isi kaidah hukum. Sumber hukum material ini berasal dari peristiwa-peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan peristiwa-peristiwa itu dapat mempengaruhi bahkan menentukan sikap manusia.
2. Sumber hukum formal, yaitu sumber hukum yang sudah diberi bentuk tertentu. Agar berlaku umum, suatu kaidah harus diberi bentuk sehingga pemerintah dapat mempertahankannya.
3. OBYEK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan. Dengan pengertian tersebut, yang dimaksud obyek hukum administrasi negara adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan dalam hukum administrasi negara.
Berangkat dari pendapat Prof. Djokosutono, S.H., bahwa hukum administrasi negara adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dan para warga masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa obyek hukum administrasi negara adalah pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya obyek hukum administrasi adalah sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu negara (pendapat Soehino, S.H.). pendapat demikian dilandasi alasan bahwa hukum administrasi negara dan hukum tata negara sama-sama mengatur negara. Namun, kedua hukum tersebut berbeda, yaitu hukum administrasi negara mengatur negara dalam keadaan bergerak sedangkan hukum tata negara dalam keadaan diam. Maksud dari istilah ”negara dalam keadaan bergerak” adalah nahwa negara tersebut dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara yang ada pada negara telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-masing. Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang perbedaan antara hukum administrasi negara dan hukum tata negara.
4. BENTUK-BENTUK PERBUATAN PEMERINTAHAN
Pengertian pemerintahan dibedakan menjadi dua : 1. Pemerintahan dalam arti luas, yaitu pemerintahan yang terdiri dari tiga kekuasaan yang masing-masing terpisah satu sama lain. Ketiga kekuasaan itu adalah :
a. Kekuasaan legislatif.
b. Kekuasaan eksekutif.
c. Kekuasaan yudikatif.
Pemerintahan kekuasaan diatas berdasarkan teori Trias Politica dari Montesquieu. Tetapi, menurut Van Vollenhoven, pemerintahan dalam arti luas berbeda dengan tori trias politica. Menurut Van Vollenhoven pemerintahan dalam arti luas mencakup :
a. Tindakan / kegiatan pemerintahan dalam arti sempit (bestuur).
b. Tindakan / kegiatan polisi (politie).
c. Tindakan / kegiatan peradilan (rechts praak).
d. Tindakan membuat peraturan (regeling, wetgeving).
Sedangkan pemerintahan dalam arti luas menurut Lemaire adalah pemerintahan yang meliputi :
a. Kegiatan penyelengaraan kesejahteraan umum (bestuur zorg).
b. Kegiatan pemerintahan dalam arti sempit.
c. Kegiatan kepolisian.
d. Kegiatan peradilan.
e. Kegiatan membuat peraturan.
Sedangkan Donner berpendapat, bahwa pemerintahan dalam arti luas dibagi menjadi dua tingkatan (dwipraja), yaitu :
a. Alat-alat pemerintahan yang menentukan hukum negara / politik negara.
b. Alat-alat perlengkapan pemerintahan yang menjalankan politik negara yang telah ditentukan.
2. Pemerintahan dalam arti sempit ialah badan pelaksana kegiatan eksekutif saja tidak termasuk badan kepolisian, peradilan dan badan perundang-undangan. Pemerintahan dalam arti sempit itu dapat disebut dengan istilah lain, yaitu ”administrasi negara”. Bentuk perbuatan pemerintahan atau bentuk tindakan administrasi negara secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Perbuatan hukum / tindakan hukum.
2. Bukan perbuatan hukum.
Perbuatan pemerintahan menurut hukum publik dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu.Perbuatan menurut hukum publik bersegi satu, yaitu suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat administrasi negara berdasarkan wewenang istimewa dalam hal membuat suatu ketetapan yang megatur hubungan antara sesama administrasi negara maupun antara administrasi negara dan warga masyarakat. Misalnya, ketetapan tentang pengangkatan seseorang menjadi pegawai negeri.
2. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua. Perbuatan menurut hukum publik bersegi dua, yaitu suatu perbuatan aparat administrasi negara yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih secara sukarela. Misalnya mengadakan perjanjian pembuatan gedung, jembatan dengan pihak swasta (pemborong).
Catatan Kuliah :
• Hukum Administrasi Negara s2 Undip Part I
• Hukum Administrasi Negara s2 Undip Part II
• Hukum Administrasi Negara s2 Undip Part III
Handout Dosen:
• Handout Hukum Administrasi Negara UI dari Fully Handayani Ridawan
• Handout Hukum Administrasi Negara UNDIP dari Yos Yohan Utama
• Handout Hukum Administrasi Negara UNPAD dari Bewa Ragawino
Tambahan Bacaan:
• Pengantar Ilmu Administrasi
• Ilmu Administrasi Negara Part 1
• Ilmu Administrasi Negara Part 2
• Pengenalan Hukum Administrasi Negara
• Hukum Administrasi Negara dalam Welfare state
• Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara dalam mewujudkan pemerintahan yang baik
Posted in 10 Hukum Administrasi Negara, 32 Handout Dosen | Tagged: Hukum, 10 Hukum Administrasi Negara, hukum administrasi nega | 13 Comments »
Hukum Pajak
A.pengertian
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terhitung oleh wajib membayarnya (wajib pajak ) berdasarkan undang-undang dan tidak dapat mendapat prestasi (balas jasa ) kembali yang langsung . Dan pajak di bagi beberapa golongan
Dimana hukumpajak itu sendiri adalah himpunan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa di kenakan pajak (objek pajak)
B. landasan, cirri, fungsi hokum pajak
Landasan yuridis :
* Konstitusional : pasal 23A UUD 1945 “ pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara di atur dengan undang-undang
* Operasional : UU no.6 Thn. 1983 ketentuan umum dan tata perpajakkan
o UU no. 7 Thn. 1983 tentang pajak penghasilan
o UU no. 8 Thn. 1983 tentang pajak pertambahan nilai, barang –barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
o Sosiologis : pajak sebesar-besarnya di gunakan untuk kesejahteraan rakyat
o Filosofis : pajak untuk menciptakan keadilan social
o
C. fungsi pajak
Untuk membiayai pengeluaran –pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat
Ada juga yang membagi fungsi pajak :
* Fungsi budgeter : sebesar-besarnya dimasukan kedalam pemasukan Negara , untuk pembangunan Negara
* Fungsi mengatur : di pihak swasta agar dapat menjalankan perusahaannya untuk kemajuan ekonomi nasional
D. penggolongan pajak
1. pajak langsung : pajak yang harus dipikul sendiri oleh siwajib pajak , contohnya : pajak penghasilan, pajak gaji dan upah, Dll
2. pajak tidak langsung : pajak yang ada pada akhirnya dapat memakan harga , contohnya pajak penjualan dan pajak pembangunan , dll
3. pajak local / daerah : pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah , contohnya : pajak jalan, pajak reklame , dll
4. pajak Negara/ pusat : dipungut oleh pemerintah pusat untuk kepentingan umum oleh inspeksi pajak , contohnya : iuran rehabilitasi daerah dan iuran pembangunan daerah
E. teori , system, asas pemungutan pajak
* Teorinya : seorang wajib pajak harus mengisi SPT, mendatangani sendiri SPT, mengembalikan SPT tersebut pada inspeksi pajak dalam jangka waktu tertentu , wajib memberikan keterangan pajak dan memperlihatkan bukti pembukuan pajak
* System : di Indonesia dalam pemungutan pajak masih menggunakan siste self assessiment system dimana setiap wajib pajak di berikan kepercayaan untuk menghitung sendiri utang pajaknya
F. cirri-ciri pajak
1. Pajak di pungut berdasarkan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya
2. dalam pembayaran tidak dapat ditunjukan montra prestasi individual oleh pemerintah
3. pajak dipungut oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah
4. pajak digunakan untuk membiayai public investment
5. pajak dapat juga mempunyai tujuan yang tidak budgeter tetapi bertujuan mengatur
G. asas-asas
1. Asas umum (asas keadilan )
Bahwa prinsip perundang-undangan perpajakan maupun praktek sehari-hari dalam pelaksanaannya harus memperhatikan keadilan
2. asas menurut filsafat hokum
ada beberapa teori asas ini yaitu : teori asuransi , kepentingan, daya piker, teori bakti , asas daya beli
kansil
Man suparman
Source: Ade Didikirawan
Posted in 32 Handout Dosen | Tagged: Hukum, 24 Hukum Pajak | 1 Comment »
Hukum Dagang
A. sejarah.
Perkembangan hokum dagang sebenarnya telah di muali sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) . tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran
B. pengertian
Hokum dagang ialah hokum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hokum yang mengatur hubungan hokum antara manusia dan badan-badan hokum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . system hokum dagang menurut arti luas adalah hokum dibagi 2 yaitu yang tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan
C. sistematika hokum dagang
* Yang tertulis sendiri :
1. terkodifikasi : KUHD, KUHPerdata, dan KUHD terdiri dari 2 kitab yaitu
1. tentang dagang umumnya (10 Bab)
2. tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tertib dalam pelayaran (13 Bab)
catatan : “ menurut stb 1936/ 276 yang mulai berlaku pada 17 juli 1938, yang mula berlaku pada tanggal 17 juli1938 , BabI yang berjudul : tentang pedagang-pedagang dan tentang perbuatan dagang, yang meliputi pasal 2, 3, 4, 5 telah dihapuskan.”
2. tidak terkodifikasi : 1. peraturan tentang koperasi
2. tentang perusahaan Negara (UUno.19 / prp 1969
3. UU no. 14 thn. 1965 tentqng koperasi
4 . dll
D . hubungan KUHD dan KUH peredata
Dengan dikatakan oleh Prof sudirman kartohadiprojo dimana KHUD merupakan suatu Lex sepecialis dari KUHS sebagai Lex generalis . Andai kata dalam KUHD dan KUHS terdapat peraturan yang sama maka peraturan dalam KUHD yang berlaku . seperti telah di tentukan pada pasal I KUHD .

Pengantar Ilmu Hukum
Ilmu hokum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hokum
A) mempelajari :
seluk beluk hokum, asal mula, wujud, asas , system macam pembagian, sumber, perkembangan , fungsi, kedudukan hokum dalam masyarakat
B) menelaah hokum sebagai gejala, fenomena, kehidupan manusia dimana pun dan kapan pun (universal)
C) metode mempelajari hokum
1. Metode idealis : perwujudan nilai-nilai tertentu = keadilan
2. Metode normative : analisis hokum sebagai system abstrak otonom dan bebas nilai
3. Metode sosiologis : hokum sebagai alat untuk mengatur masyarakat, factor yang mempengaruhi pembentukan hokum.
4. Metode histories : melihat sejarah hokum = masa lampau dan sekarang
5. Metode sistematis : hokum sebagai system
6. Metode komparatif, membandingkan antara tata hokum yang belaku disuatu Negara .

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PHI
1. SEJARAH PHI
Pengantar ilmu hokum (PHI) merupakan terjemahan dari mata kuliah inleiding tot de recht sweetenschap yang diberikan di Recht School (RHS) atau sekolah tinggi hokum Batavia di jaman Hindia Belanda yang didirikan 1924 di Batavia (Jakarta sek.) istilah itupun sama dengan yang terdapat dalam undang-undang perguruan tinggi Negeri Belanda Hoger Onderwijswet 1920.
Di zakman kemerdekaan pertama kali menggunakan istilah “pengantar ilmu hokum .” adalah perguruan tinggi Gajah Mada yang didirikan di yogyakarta 13 maret 1946
2. ILMU-ILMU YANG MEMBANTU ILMU HUKUM YAITU :
Sejarah hokum = salah satu bidang studi hokum , yang mempelajari perkembangan dan asal usul system hokum dalam masyarakat tertentu dan memperbandingkan antar hokum yang berbeda karena di batasi waktu yang berbeda pula
Politik hokum = salah satu bidang studi hokum , yang kegiatannya memilih atau menentukan hokum mana yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat.
Perbandingan hokum = salah satu bidang studi hokum yang mempelajari dan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan dua atau lebih system hokum antar Negara maupun dalam Negara sendiri
Antropologi hokum = salah satu bidang studi hokum yang mempelajari pola-pola sengketa penyelsaian nya dalam masyarakat sederhana maupun masyarakat yang sedang mengalami proses modernisasi
Filsfat hokum = salah satu cabang filsafat yang mempelajari hakikat dari hokum , objek dari filsafat hokum dalah hokum yang dikaji secara mendalam
Sosiologi hokum = salah satu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris mempelajari hubungan timbale balik antara hokum dengan gejala social lainnya .
Psikologi hokum = salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari hokum sebagai suatu perwujudan jiwa manusia .
Ilmu hokum positif = ilmu yang mempelajari hokum sebagai suatu kenyataan yang hidup berlaku pada waktu sekarang

3. PENGERTIAN ILMU HUKUM (ADA DUA PENDAPAT)
PENDAPAT PERTAMA : tidak mungkin definisi ilmu hokum yang memuaskan , karena hokum itu abstrak , banyak seginya dan luas sekali cakrawalanya (pendapat Imanuel Kant , Lemaire, Gustav Radbruch, Walter Burckhardt)
PENDAPAT KEDUA : walaupun tidak memuaskan definisi hokum tetap harus di berikan karena bagi pemula yang mempelajari hokum tetap ada manfaatnya paling tidak sebagai pegangan sementara (pendafat aristoteles , Hugo de Groot / Grotius , Thomas Hobbes , van volen hoven , Bellefroid , Hans Kelsen dan Utrecht)
Dari ber bagai ahli di simpulkan bahwa hokum meliputi berbagai unsure :
1. Peraturan tingkah laku manusia
2. Di buat oleh badan berwenang
3. Bersifat memaksa walaupun tak dapat di paksakan
4. Di sertai sanksi yang tegas

PENGANTAR ILMU HUKUM = mata kuliah dasar yang bertujuan untuk memperkenalkan ilmu hkum secara keseluruhan dalam garis besar
HAKIKAT PENGANTAR ILMU HUKUM sebagai dasar dari pengetahuan hokum yang mengandung pengertian dasar yang menjadi akar dari ilmu hokum itu sendiri
CIRI-CIRI HUKUM:
1. Ada unsure perintah , larangan, dan kebolehan
2. Ada sanksi yang tegas
3. Adanya perintah dan larangan
4. Perintah dan larangan harus ditaati

4. MANUSIA, MASYARAKAT DAN HUKUM
Aristoteles => “manusia sebagai mahluk social (zoonpolicon).”
P.J. Bouman => “ manusia baru menjadi manusia apabila hidup dengan manusia lainnya .”
Cicero => “ Ubi societas ibi ius .” = dimana ada masyarakat disitu ada hokum .”
A) bentuk masyarakat menurut dasar pembentukannya :
a) masyarakat teratur yang diatur dengan tujuan tertentu .(contoh : perkumpulan olahraga)
b) masyarakat teratur terjadi dengan sendirinya yaitu dengan tidak sengaja di bentuk . karena ada kesamaan kepentingan (contoh : penonton sepak bola )
c) masyarakat tidak teratur terjadi dengan sendirinya tanda bentuk , ( contoh: sekumpulan manusia yang membaca Koran di tempat umum)
B) bentuk masyarakat menurut dasar hubungannaya :
a) masyarakat paguyuban ( gemeinschaft) , antar anggota satu sama lainnya ada hubungan pribadi menimbulkan ikatan batin(contoh : rumah tangga , kel. Pasundan )
b). masyarakat patembayan (gesselschaft) , hubungan bersifat lugas dan mempunyai tujuan yang sama untuk mendapat keuntungan material ( contoh: CV, PT, FA, KOP)
C) menurut kebudayaannya bentuk masyarakat :
1) masyarakat primitive dan modern
2) masyarakat desa dan kota
3) masyarakat territorial ( daerah tertentu )
4) masyarakat geneologis (anggota ada pertalian darah)
5) masyarakat territorial geneologis
D) menurut hubungan keluarga :
1) keluarga inti (nuclear family)
2) keluarga luas ( extended family)

5. RELEVANSI KAIDAH HUKUM DAN KAIDAH LAINNYA
Kaidah = norma , aturan, nilai sikap, nilai perilaku
Macam kaidah :
1. Kaidah agama
2. kaidah kesusilaan
3. kaidah kesopanan
4. kaidah hokum

Keemapat jenis kaidah tersebut ada relevansinya, tidak bertentangan bahkan saling memanjang
Perbedaan , antara kaidah hokum dengan kaidah lainnya terletak pada sanksinya , sanksi hokum tegas dan nyata sedangkan sanksi kaidah lainnya tidak nyata bersifat moral.
6. TEORI DAN KONSEP HUKUM
Teori hokum :
1. prof Sahardjo : sebagai alat mengayomi masyarakat
2. G. Niemeyer : alat mengatur kegiatan manusia
3. L. Pospisil : alat untuk mengendalikan masyarakat kearah yang tertib
4. Roscoe Pound : Tool Of Social Engineering = alat untuk melakukan perubahan pola piker masyarakat
5. teori terpadu : Four In One = hokum sebagai alat mengayomi mengatur , mengendalikan dan mengubah masyarakat
6. teori etis = isi hokum semata-mata harus di tentukan oleh kesadaran etis kita (rasa etika ) mngenai apa adil dan apa yang tidak adil . aristoteles menganut teori ini dalam bukunya rhetorica & rica necomachea berpendapat “tujuan hokum itu semata-mata untuk mewujudkan keadilan . Menurut dia keadilan terbagi 2 jenis :
1. keadilan distributive : keadilan yang memberikan kepada setiap orang bagian sesuai jasanya , atas dasar prinsip kesebandingan ( bukan sama rata)
2. keadilan komutatif : memberikan kepada setiap orang sama banyaknya tanpa mengingat jasanya
7. teori utilitas = hokum bertujuan mewujudkan apa yng berfaedah , “kebahagian terbesar untuk jumlah terbanyak” . “The greatest happiness for the greatest number” , hokum bisa dikatakan berhasil guna apabila sebanyak mungkin dapat mewujudkan keadilan ( Jeremy Betham dalam bukunya the principles of morals and legislation , 1780M).
Hokum dengan kekuasaan saling melengkapi , ucapan prof . muhtar khusumahatmadja yang sangat popular . “hokum tanpa kekuasaan adalah angan-angan , kekuasaan tanpa hokum adalha kesewenang-wenangan
Kelemahan teori ETIS & UTILITAS = terlalu berat sebelah , terlalu mengaggungkan keadilan dengan mengabaikan kepastian hokum
Dengan terabaikannya kepastian hokum akan terganggu ketertiban , padahal denagan terwujudnya ketertiban maka akan terwujud pula keadila
Kelemahan teori ini memunculkan teori pengayoman (pendapat menteri kehakiman suhardjo)
Teori ini berpendapat bahwa : tujuan hokum adalah mengayomi kepentingan manusia secara aktif (mendapatkan kondisi kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara wajar ) dan pasip (mengupayakan pencegahan tindakan sewenang-wenang dan penyelah gunaan hak)
Pengayoman meliputi :
1. Mewujudkan ketertiban dan keteratuaran
2. Mewujudkan kedamaian sejati
3. Mewujudkan keadialan
4. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social

warga masyarakat selama tidak melanggar hak dan merugikan orang lain tanpa rasa khawatir akan :
1. 1. secara bebas melakukan apa yang dianggap benar
2. 2. secara bebas dapat mengembangkan bakat dan minat
3. 3. secara bebas merasa selalu mendapat perlakuan wajar

7. ALIRAN-ALIRAN / MAZHAB-MAZHAB/ PARADIGMA DALAM HUKUM
MAZHAB SEJARAH HUKUM : Cral Von Savigny = hokum adalah hokum kebiasaan , yang berbentuk tidak tertulis, tidak dibuat orang tetapi timbul dari masyarakat , tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat , serta di pertahan kan berlakunya oleh masyarakat yang bersangkutan
MAZHAB LEGISME : Hans Kelsen hokum adalah hokum undang- undang , bentuknya tertulis dibuat oleh Negara / pemerintah dan dipertahankan berlakunya oleh Negara / pemerintah
MAZHAB MODERN : Van Apeldoorn , hokum adalah baik hokum kebiasaan maupun hokum undang-undang dan peraturan tertulis , baik yang timbul dari masyarakat , maupun yang dibuat oleh Negara / pemerintah.
8. DEFINISI HUKUM
1. prof. Meyers : semmua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan , ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa Negara dalam melakuakn tugasnya
2. leon dubuit : aturan tingkah laku masyarakat , aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan masyarakat oleh masyarakat sebagai jaminan diri kepentingan bersama dan jika dilanggar menimbulkan reaksi bersama
3. imanuel kant keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang-orang dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain menurut asas kemerdekaan
4. Utrecht : himpunan peraturan –peraturan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat
9. UNSUR – UNSUR HUKUM :
- peratuaran tingkah laku
- peraturan di adakan badan resmi
- peraturan bersifat memaksa
- sanksi tegas bagi pelanggarnya

10. PENGERTIAN BERBAGAI TERMINOLOGI YANG SERING DITEMUI :
MASYARAKAT HUKUM :sekelompok orang dalam wilayah tertentu dimana berlaku serangkaian peraturan yang jadi pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota kelompok dalam pergaulan hidup yang jadi pedoman bertingkah laku bagi setiap anggota kelompok dalam pergaulan hidup mereka . dari sudut ikatan batin dibagi 2 : (gemeinschaft & gesellschaft).
SUBJEK HUKUM : pendukung hak terdiri dari badan hokum alam (manusia dewasa) dan badan hokum buatan (organisasi yang berbadan hokum punya hak dan kewajiban )
OBJEK HUKUM : segala sesuatu yang berguna bagi subjek hokum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan hokum bagi para subjek hokum . (contoh: benda yang mempunyai nilai ekonomis merupakan objek hokum)
PERISTIWA HUKUM : kejadian / peristiwa yang akibatnya di atur oleh hokum . peristiwa hokum di bagi 2 ( karena perbuatan subjek hokum (manusia atau badan hokum ) & karean bukan perbuatan subjek hokum ( karena UU contoh : kelahiran , kematian daluwarsa (melepaskan / mendapatkan = exstinctief / akuisitief )))
PERBUATAN HUKUM : perbuatan subjek hokum yang akibat hukumnya di kehendaki pelaku terbagi lagi menjadi dua : (bukan perbuatan hokum (contoh: jual beli ) & perbuatan hokum (contoh : zaakwarneming => psl 1354 KUHPdt & Onrechtmatigedaad => psl 1365 KUHPdt atau 1401 BW (Burgerlijk wetboek ))
HUBUNGAN HUKUM : hubungan diantara subjek hokum yang di atur oleh hokum . Dalm setiap hubungan hokum selalu terdapat hak dan kewajiban . HUbungan hokum (HH) dapat dibagi :
1. HH. Bersegi satu => timbul kewajiban saja (hibah tanah)
2. HH . bersegi dua => timbul hak dan kewajiban ( jual beli )
3. HH. Sederajat => (suami siteri)
4. HH. Tidak sederajat => penguasa dengan rakyat
5. HH timbale balik => timbulkan hak dan kewajiban
6. HH. Timpang bukan sepihak => pinjam meminjam
AKIBAT HUKUM :akibat yang ditimbulakn oleh peristiwa hokum contoh timbulnya hak dan kewajiban.
FUNGSI HUKUM : peran yang dimiliki dan harus di laksanakan oleh hokum :
1. menertibkan masyarakat dan mengatur pergaulan hidup
2. menyelsaikan pertikaian
3. memelihara dan mempertahankan ketertiban dan aturan-aturan , jika perlu dengan kekerasan
4. mengubah tata tertib dan aturan sesuai kebutuhan masyarakat
5. memenuhi keadilan dan kepastian hokum
6. Direktip , Integratip, stabilitatip, proyektip dan korektip ( syachran basah )
7. sebagai alat penggerak pembangunan
8. sebagai alat kritik ( fungsi kritis ) mengawasi masyarakat dan pejabat
TUJUAN HUKUM MENURUT PARA AHLI :
1. apeldoorn : untuk mengatur pergaulan hidup secara damai.
- terdapat keseimbangan kepentingan anggota masyarakat di jamin oleh hokum
- terciptanya masyarakat yang adil dan damai
- keadilan menurut aristoteles : keadilan distributive dan komutatif
2. prof .soebakti : mengabdi kepada masyarakat yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyat
3.Jeremy Bentham : menjamin adanya kebahagiaan yang maximal kepada seorang yang sebanyak – banyaknya , sehingga kepastian merupakan tujuan utama hokum
4. Van kan : menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu
5. Roscoe pound : merekayasa masyarakat
TUGAS ILMU HUKUM :
A. Menciptakan manusia yang baik secara moral :
- mempunyai keyakinan diri
- dapat mengawasi diri sendiri
- mempunyai naluri disiplin diri
B. menciptakan masyarakat yang tertib :
- dimana terdapat keseimbangan antara hak dan kewajiban
- dimana terdapat keadilan social
- terdapat keseimbangan antara kepentingan yang bertentangan yang harus diperhatikan oleh penguasa atau masyarakat yang bersangkutan
- dimana seluruh potensi dalam masyarakat dapat menjalankan fungsinya masing-masing sesuai norma social yang berlaku.
TUGAS HUKUM :
1. pengayoman
2. menjamin keadilan
3. menjamin kepastian hokum
4. sebagai pedoman sebagai ukuran
11. TERBENTUKNYA HUKUM
A) pandangan legisme (akhir abad 19) :
-hukum terbentuk oleh perundang-undangan
- hakim secara mekanis merupakan terompet undang-undang
- kebiasaan berlaku bila ada pengaruh
_ meinitik beratkan pada kepastian hokum
B) pandangan freirechtlehre (-20) :
- hokum terbentuk oleh peradilan
- undang-undang dan kebiasaan hanya sarana pembantu hakim menemukan hokum pada kasus konkrit
- titik beratnya : social doelmatighe
Pandangan modern terbentuknya hokum :
1. hokum terbentuk dengan berbagai macam cara
2. hokum oleh pembentuk UU dan hakim menerapkan UU
3. penerapan UU tidak dapat mekanis tapi perlu penafsiran
4. UU tidak sempurna sehingga penafsiran dan kekosongan hokum adalah tugas hakim melalui peradilan
5. hokum terbentuk tidak hanya karena pembentukan UU dan peradilan tetapi pergaulan social juga dapat membentuk hokum
6. peradilan kasasi berfungsi untuk memelihara kesatuan hokum dan pembentukannya
12 PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN
HAK= wewenang yang diberikan hokum objektif kepada subjek hokum untuk melakukan segala sesuatu yang dikhendakinya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan. Contoh : kewenangan yang diberikan oleh hokum objektif kepada seorang pemilik tanah , yaitu dapat berbuat apa saja terhadap tanah tersebut asal tidak bertentangan dengan UU yaitu untuk : menjual, menggadai , menguasai
JENIS – JENIS HAK :
1. hak mutlak : kkewenangan kekuasaan mutlak yang diberikan oleh hokum keopada subjek hokum yang dapat di pertahankan kepada siapapun , diantaranya :
a) HAM(memeluk agama )
b) Hak public mutlak (memungut pajak )
c) Hak keperdataan ( orang tua terhadap anak )
2. hak relative : hak yang memberikan kewenangan kepada seseorang atau beberapa orang untuk menuntut agar orang lain melakukan sesuatu atau tidak, = biasanya timbul karena perjanjian yang diadakan oleh para subjek hokum = hanya berlaku atau dipertahankan terhadap orang tertentu
SEBAB TIMBULNYA HAK :
1. subjek hokum baru
2. adnya kesepakatan perjanjian
3. karena adanya kerugian
4. seorang telah melakukan kewajiban
5. karena verjaring : (acquisitief / melahirkan hak & extinctief/ menghapuskan hak
6. kadaluwarsa akuisitief
SEBAB LENYAPNYA HAK :
1. subjek hokum meninggal dunia tidak ada pewaris
2. masa berlaku telah habis
3. kewajiban telah dipenuhi debiur
4. kadaluwarsa kestingtif (extinctief)
5. telah diterimanya objek hak
TEORI HAK DAN KEKUASAAN
“might is not right” = hak itu tidak sama dengan kekuasaan , jadi kekuasaan bukanlah hak = seorang pencuri menguasai benda hasil curianya tapi dia tidak mempunyai hak atas benda tersebut
TEORI TENTANG HAK DAN HUKUM
- hakekat hokum : himpunan peraturan yang mengatur suatu hubungan hokum yang menetapkan hak dan kewajiban kepada orang atau badan hokum
- sehingga tugas hokum melindungi orang-orang yang berhak dan dapat memaksakan kepada orang yang mempunyai kewajiban
KEWAJIBAN : beban yang diberikan oleh hokum kepada subjek hokum
MACAM-MACAM KEWAJIBAN :
1. kewajiban hokum
2. kewajiban alamiah
3. kewajiban social
4. kewajiban moral
SEBAB TIMBULNYA KEWAJIBAN :
1. di perolehnya suatu hak
2. adanya suatu perjanjian
3. karena kesalahan yang merugikan
4. telah menikmati hak tertentu
5. kadaluarsa
HAPUSNYA KEWAJIBAN :
1. meninggal tanpa pegganti
2. habis masa berlakunya
3. kewajiban telah dipenuhi
4. hak yang melahirkannya hilang
5. extinctief verjaring
6. karena ketentuan undang-undang
7. beralih kpd orang lain
8. force majeur
12. PENGGOLONGAN HUKUM
1. MENURUT SUMBERNYA :
Sumber hokum : segala sesuatu yang dapat menimbulkan / melahirkan hokum
a) sumber formal : sumber hokum ditinjau dari segi pembentukannya antara lain:
- UU ( dibuat lembaga resmi )
- kebiasaan ( terbetuk dengan sendirinya oleh masyarakat)
- jurisprudensi ( putusan haki di jadikan referensi oleh hakim lainnya)
- traktat ( perjanjian antar Negara yang diratifikasi
- doktrin ( pendapat para ahli hokum )
b) Sumber material ; sumber yang menentukan isi hokum berupa perasaan hokum , keyakinan hokum individual, pendapat umum dll . terbagi kedalam dua hal :
- bersifat idiil => patokan tentang konsep keadilan
- bersifat riil => hal-hal yang benar-benar terjadi dalam masyarakat antara lain berupa :
(struktur ekonomi , adapt istiadat, keyakinan, gejala di masyarakat)
C) menurut bentuknya :
- tertulis :
1. dikodifikasi => contoh :
1. corpus ius civilis
2. code civil
3. KUHPdt
4. KUHD
2. tidak tertulis : adat kebiasaan
d) menurut isinya : hokum privat &hokum public
e) menurut tempat berlakunya :
1. hokum nasional
2. hokum internasioanl
3. hokum asing
f) menurut masa berlakunya :
1. hokum positif ( ius constitutum )
2. hokum yang dicita-citakan ( ius constituendum )
3. hokum universal ( hak azasi , hokum alam ; berlaku tidak mngenal ruang dan waktu)
g) menurut cara mempertahan kannya :
1. hokum material ( isi dari hokum/ materi hokum )
2. hokum formal ( mengatur bagaimana penguasa menegaskan dan melaksanakan kaidah-kaidah hokum material
h) menurut sifatnya :
1. bersifat memaksa ( mutlak harus ditaati oleh siapa saja contoh: pasal 340 KUHP tentang penghilangan nyawa orang)
2. bersifat mengatur
i)Menurut wujudnya : hokum objektif & hokum subjektif
13. HUKUM DAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA
- hakekat hokum adalha himpunan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang mencerminkan nilai masyarakat
- nilai adalah ukuran , patokan, anggaran-anggaran , keyakinan-keyakinan yang dianut oleh banyak dalam lingkungan suatu kebudayaan tertentu mengenai ada yang pantas , luhur dan baik untuk dikerjakan , dilaksanakan atau diperlihatkan , hubungan antara norma dan nilai norma merupakan cara perbuatan dan kelakuan yang dibenarkan untuk mewujudkan nilai
- Major Polak (sosiologi) bila nilai merupakan pola kelakuan yang diunggulkan maka norma tersebut dapat disebut cara kelakuan social yang disetujui untuk mencapai norma itu
- jadi hokum merupakan perwujudan nilai-nilai social budaya yang dianut dalam lingkungan suatu kebudayaan pada masyarakat tertentu
KEADILAN ?
Orang adil adalah orang yang memberikan kepada orang lain apa yang menjadi haknya
Hokum yang adil: hokum yang memberikan keseimbangan kepada kepentingan-kepentingan yang dilindungi
Prof. Soebekti : keadilan sebagai suatu keadaan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang dan jika di usik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahandan keguncangan.
14 SUMBER- SUMBER HUKUM
Arti sumber hukum : segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa sehingga bila aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas bagi pelanggarnya .
Menurut Prof. soedikno ada beberapa arti sumber hokum :
1 sebagai asas hokum
2. hokum terdahulu yang memberi bahan
3. dasar berlakunaya
4. Tempat mengetahui hokum
5. sebab yang menimbulkan hokum
15. SUMBER HUKUM DALAM ARTI MATERIL
Menurut Utrecht : perasaan atau keyakinan hokum individu dan masyarakat ( public opinion ) yang menjadi determinan materil membentuk hokum (material determinan van de ……….) dan menentukan isi hokum
Factor-faktor yang turut serta menentukan isi hokum adalah :
1. factor idiil
2. factor kemasyarakatan
16 SUMBERHUKUM DALAM ARTI FORMIL
Faktor yang menjadi determinan formil membentuk hokum ( determinanten van rechtvorming)
Sumber hokum formal adalah sumber hokum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hokum secara formal atau merupakan dasar kekuatan mengikatnya peranan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh penegak hokum (causa efficient dan hokum)
17 SUMBER HUKUM FORMAL
1. UU dalam arti luas
a) UUD1945
b) UU
2. kebiasaan dan adapt yang dipertahankan oleh yang berkuasa di masyarakat
3. yuris prudensi
4. traktat
5. doktrin
18. UNDANG-UNDANG
UU : peraturan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang dan mengikat masyarakat
UU dalam arti materil : setiap peraturan perundangan yang isinya mengikat masyarakat secara umum
UU dalam arti formal setiap peraturan perundangan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku.
ASAS BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG :
a) UU tidak berlaku surut
b) Lex posterior derogate legi priori (UU yang kemudian membantu terdahulu )
c) Lex superior derogate legi infriori
d) Lex specialis derogate legi generali
e) UU tidak dapat di ganggu gugat
19. AZAS DAN SYSTEM HUKUM :
AZAS:
1. dasar , alas , pondasi
2. suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir dan berpendapat
DOGMA :
Sesuatu yang harus di percaya dan diyakini kebenarannya tanpa mempermasalahkan kebenaran tersebut secara logika atau mencari dasar penunjang kebenaran tersebut
AZAS HUKUM :
Unsure yang penting dan pokok dari peraturan hokum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya peraturan hokum , atau ia adalah sebagai rasio legisnya peraturan hokum pendapat Satijpto Rahardjo
HUBUNGAN AZAS HUKUM DENGAN NORMA HUKUM
Contoh : azas : seorang melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian terhadap orang lain , harus mengganti kerugian tersebut
Contoh : norma pasal 1365 KUHPdt . mengatur hal tersebut diatas
Azas bersifat umum , norma bersifat tehnis operasional
BEBERAPA AZAS HUKUM (CONTOH) :
1. para pihak harus di dengar (audi et alteram partem)
2. perkara yang sama dan sejenis tidak boleh di sidangkan untuk kedua kali
3. selera tidak dapat disengketakan(de gustibus non est disputandum)
4. berbuat keliru itu manusiawi , namun tidaklah baik mempertahankan terus kekeliruan ( errare humanum est , turpe in errore perseverare)
5. sekalipun esok langit akan runtuh , keadilan harus tetap ditegakkan ( fiat justitia pereat mundus)
SYSTEM HUKUM
SISTEM : suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai bagian / komponen dimana di antara bagian / komponen tersebut saling mempengaruhi terhadap hasil keseluruhan
SISTEM HUKUM : satu kesatuan yang utuh dari tatanan – tatanan yang terdiri dari bagian / unsure yang saling berhubungan dan kait mengkait secara erat.
PAUL SCHOLTEN : system hokum : semua peraturan itu saling berhubungan , yang satu ditetapkan oleh yang lain peraturan tersebut dapat disusun secara mantic dan untuk yang bersifat khusus dapat dicarikan aturan umumnya sehingga sampai pada azasnya
KOMPONEN DALAM SISTEM HUKUM ( M. FREEDMAN)
1. unsure structural: bagian-bagian dari system hokum yang bergerak dalam suatu mekanisme
2. unsure substansi : hasil nyata yang diterbitkan oleh system hokum berupa :
- hokum inconcreto => kaidah hokum individual , pengadilan menghukum terpidana , polisi panggil saksi untuk proses verbal
- hokum inabstracto => kaidah hokum umum , contoh aturan hokum yang tercantum dalam UU ( mis. Psl 362 KUHP tentang pencurian)
3. unsure budaya : sikap tindak masyarakat berserta nilai-nilai yang di anutnya . jalinan nilai social berkaitan dengan hokum berserta sikap tindak yang mempengaruhi hokum
AZAS YG HARUS DI PENUHI SEBUAH SISTEM HUKUM (FULLER)
1. harus mengandung aturan yang tidak hanya memuat keputusan yang bersifat sementara
2. setelah selesai peraturan harus di umumkan
3. berlaku azasfiksi
4. tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut
5. peraturan harus disusun dan dirumuskan dengan kata dan kalimat yang mudah di mengerti
6. peraturan tidak boleh mengandung tuntutan diluar kemampuan yang dapat dilakukan
20 .MAZHAB TEORI DAN ALIRAN HUKUM
Mengapa orang tunduk dan taat pada hokum ? untuk jawaban ini ada beberapa teori hokum . TEORI HUKUM = hakekatnya keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan dengan system konseptual aturan hokum dan putusan-putusan hokum dan system tersebut untuk sebagian yang penting dipositifkan
1. TEORI HUKUM ALAM (tokoh : aristoteles, Thomas aquino dan hugo de groot/ grotius)
Kenapa orang tunduk dan taat pada hokum ?
Menurut aristoteles :
- hokum berlaku karena penetapan Negara
- hokum tidak tergantung pada pandangan manusia tentang baik buruknya
- hokum alam sebagai hokum yang asli berlaku dimana saja tidak tergantung waktu dan tempat , orang-orang yang berfikiran sehat merasakan hokum alam selaras dengan kodrat manusia.
Menurut Thomas Aquino : segala kejadian dalam ini di perintah dan dikendalikan oleh suatu UU abadi (lex eterna) yang menjadi dasar kekuasaan dari semua peraturan lainnya . lex aterna = kehendak pikiran tuhan yang menciptakan dunia ini.
Menurut Thomas Aquino pula hokum alam memuat dua azas yaitu :
1. azas umum (principia prima) : azas yang dengan sendirinya dimiliki manusia sejak lahir dan mutlak diterima (contoh :berbuat baik) .
2. azas diturunkan dari azas umum ( principia secundaria) : azas yang merupakan tapsiran dari principia prima yang dilakukan manusia
Thomas Aquino membagi 4 macam golongan hokum alam sebagai berikut :
1. lex aetrna (hokum abadi) : yaitu rasio tuhan sendiri yang mengatur segala hal yang ada sesuai dengan tujuan dan sifatnya , merupakan sumber segala hokum
2. lex divina ( hokum ketuhanan ) : sebagian kecil dari rasio tuhan yang diwahyukan kepada manusia.
3. lex naturalis ( hokum alam) : bagian dari lex divina yang dapat di tangkap oleh rasio manusia atau merupakan penjelmaan lex aeterna didalam rasio manusia
4. hokum positif : hokum yang berlaku nyata didalam masyarakat (ius constitutum)
Hugo De Groot/ grotius dalam bukunya de jure oc pacis bahwa sumber hokum alam adalah akal manusia.
2. TEORI SEJARAH ( fried cral vo savigny 1779-1861) hokum itu penjelmaan jiwa / rohani manusia , hokum bukan disusun / diciptakan manusia tetapi tumbuh sendiri ditengah rakyat dan akan mati bila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya
3. TEORI TEOKRASI : teori ini mendasarkan kekuatan hokum itu atas kepercayaan pada tuhan , manusia di perintahkan tuhan harus tunduk pada hokum . Tujuan dan legitimasi hokum dikaitkan dengan kepercayaan agama
4. TEORI KEDAULATAN RAKYAT : (Rousseau) : akal dan rasio manusia , sebagaimana aliran rasionalisme , raja atau penguasa Negara memperoleh kekuasaan bukan dari tuhan tetapi dari rakyatnya melalui suatu perjanjian masyarakat ( kontrak social ) yang diadakan antara anggota masyarakat untuk mendirikan Negara
5. TEORI KEDAULATAN NEGARA (Hans kelsen) ; hukum ditaati karena Negara menghendakinya , hukum adalah kehendak Negara dan Negara punya kekuasaan tak terbatas
6. TEORI KEDAULATAN HUKUM (prof. Mr. Crabe , Hugo De Groot, Imanuel Kant & Leon Duguit ) : sumber hukum itu rasa keadialan hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan dari jumlah terbanyak orang, tidak dapat mengikat peraturan demikian bukanlah hukum , walaupun masih ditaati atau pun dipaksakan.
7. TEORI KESEIMBANGAN (prof. Mr. R. Kranenburg) : kesadaran hukum orang menjadi sumber hukum , hukum itu berfungsi menurut suatu dalil yang nyata